Makna Hari Pahlawan 10 November: Dari Surabaya ke Gang-Gang Kecil Negeri Ini
Oleh: Mulyadi, Ketua RT.03 RW.10 Kel.Bugis
CEO:NEX Media
Hari ini, 10 November.
Tanggal yang tidak sekadar menandai pertempuran di Surabaya tahun 1945, tetapi juga menjadi cermin bagi kita—apakah semangat itu masih hidup di lorong-lorong kampung tempat kita berdiri hari ini?
Ketika para pejuang dulu mengangkat bambu runcing melawan penjajah, mereka tidak memikirkan jabatan, tidak menghitung upah, tidak menuntut pujian. Mereka hanya tahu satu hal: kemerdekaan harus dijaga dengan darah dan nyawa.
Kini, kita mungkin tidak lagi berperang dengan peluru dan meriam, tetapi kita sedang berperang melawan kemalasan, ketidakpedulian, dan hilangnya rasa memiliki terhadap negeri sendiri.
Saya hanya memimpin wilayah kecil—sekup RT—namun di sinilah saya belajar arti kepahlawanan yang sesungguhnya.
Kepahlawanan itu bukan soal pangkat dan nama besar, melainkan tentang keberanian untuk peduli pada hal-hal kecil yang sering diabaikan orang besar.
Tentang bagaimana menjaga kebersihan lingkungan tanpa menunggu instruksi, tentang bagaimana menengok tetangga yang sedang sakit, atau sekadar menyapa warga dengan senyum tulus setiap pagi.
Bukankah itu juga bentuk perjuangan?
Setiap kali saya melihat anak-anak bermain di jalan sempit kampung ini, saya teringat para pejuang yang gugur tanpa nama.
Mereka berkorban agar anak-anak kita bisa tertawa hari ini.
Dan saya bertanya dalam hati: Apakah kita sudah cukup menghormati pengorbanan mereka?
Atau jangan-jangan, kita hanya memperingati Hari Pahlawan dengan upacara, tapi lupa menyalakan kembali api perjuangan di dada sendiri.
Menjadi Ketua RT mungkin tampak kecil di mata sebagian orang,
tapi bagi saya, inilah pos perjuangan yang nyata.
Tempat di mana semangat gotong royong diuji, tempat di mana nilai-nilai kemanusiaan dipertahankan di tengah zaman yang kian individualistik.
Hari Pahlawan mengajarkan kita satu hal penting:
Bahwa tidak ada perjuangan yang terlalu kecil, selama dilakukan dengan hati yang besar.
Dan bahwa setiap tindakan sederhana yang kita lakukan dengan keikhlasan—membersihkan selokan, menjaga keamanan malam, menolong tetangga tanpa pamrih—semuanya adalah bentuk kepahlawanan yang hidup dalam keseharian.
Maka hari ini, mari kita tundukkan kepala, bukan sekadar mengenang para pahlawan yang gugur di medan perang, tapi juga untuk meneguhkan janji:
Bahwa kita akan meneruskan semangat itu di medan pengabdian yang kita pijak sekarang—
di gang kecil ini, di kampung ini, di bawah langit merah putih yang masih berkibar karena darah mereka dulu.
Karena sejatinya, pahlawan tidak selalu berjuang di medan perang,
kadang ia hanya seseorang yang tak kenal lelah menjaga lilin-lilin kecil agar api bangsa ini tak pernah padam.