Dunia Ini Panggung, Tapi Bukan Milik Satu Pemeran
Dalam panggung kehidupan, terlebih panggung kekuasaan, seorang pemimpin yang tak mau mendengar laksana aktor yang menutup telinga di tengah pementasan. Ia bisa saja berakting sempurna di matanya sendiri, namun gagal menangkap bisik penonton, arahan sutradara, dan improvisasi lawan mainnya.
Masalahnya, panggung seperti ini sering berubah menjadi arena yang kaku—dialog menjadi monolog, masukan dianggap gangguan, dan kritik dilabeli ancaman. Pemimpin seperti ini lupa, bahwa setiap langkahnya diatur oleh naskah yang ia bawa dari rakyat, bukan naskah yang ia tulis seorang diri setelah tirai terbuka.
Menguasai panggung bukan soal berdiri di tengah sorot lampu sendirian. Menguasai panggung berarti memahami kapan harus berbicara, kapan harus diam, dan kapan harus memberi panggung pada orang lain. Dalam seni kepemimpinan, mendengar adalah bentuk kekuasaan yang paling halus sekaligus paling kuat.
Namun, ketika seorang pemimpin memilih menutup telinga dan hanya memandang ke arah yang ia mau, ia sejatinya tengah berjalan ke arah panggung kosong. Sorot lampu mungkin masih menyala, tapi penonton—rakyat—pelan-pelan meninggalkan kursi mereka.
Sebab dunia ini memang panggung, tetapi lakon yang baik hanya lahir ketika semua pemeran dihargai perannya, dan suara dari balik layar pun ikut didengar.
CEO:NEX Media
Mulyadi,S.Pd.,C.IJ.,C.PW.,C.PS.,C.HL