Tugas Penjilat Itu Ada Dua: Menyenangkan dan Menyesatkan
Oleh:Mulyadi,S.Pd.,C.IJ.,C.PW.,C.PS.,C.HL
CEO:NEX MEDIA
Dalam dinamika sosial-politik, keberadaan penjilat kerap menjadi parasit yang tumbuh subur di lingkaran kekuasaan. Mereka bukan hanya pelengkap dalam ekosistem kekuasaan yang rapuh secara integritas, tetapi juga aktor utama dalam pelestarian budaya hipokrisi. Tugas mereka, sesungguhnya, hanya dua: menyenangkan dan menyesatkan.
Pertama, penjilat bertugas menyenangkan telinga dan ego penguasa. Mereka mahir merangkai pujian semu, memoles keburukan menjadi kebaikan, dan menyingkirkan suara kritis dengan kata-kata manis. Dalam narasi mereka, kegagalan adalah strategi, kesalahan adalah dinamika, dan arogansi dianggap wibawa. Segala sesuatu dipoles demi membangun ilusi bahwa sang penguasa selalu benar dan tak perlu dikritisi.
Kedua, penjilat bertugas menyesatkan pengambilan keputusan. Mereka memutus alur informasi yang objektif, menyelewengkan data, dan menggiring opini ke arah yang memperkuat posisi mereka sendiri di mata penguasa. Mereka menjauhkan pemimpin dari realitas, membuatnya mabuk akan sanjungan, dan perlahan membawa kapal kekuasaan ke arah karang kehancuran.
Lebih dari itu, para penjilat juga memiliki kemampuan luar biasa untuk menjilat ludahnya sendiri, tanpa merasa malu ataupun risih. Mereka piawai mengubah pendirian hanya demi menyelamatkan posisi dan akses. Kemarin mencaci, hari ini memuji. Dulu menentang, kini mengagungkan. Semua dilakukan atas nama kelangsungan peran di sekitar pusat kekuasaan, seakan prinsip dan integritas adalah barang mewah yang bisa dinegosiasikan sesuai arah angin politik.
Penjilat bukan hanya musuh etika, tapi juga racun bagi keberlanjutan kepemimpinan yang sehat. Mereka membungkam nurani dengan hadiah, menyuap akal sehat dengan loyalitas palsu, dan menukar nilai-nilai kebenaran dengan akses serta jabatan.
Dalam dunia yang sedang butuh integritas dan keberanian bersuara jujur, penjilat justru hadir sebagai simbol kemunafikan yang terorganisir. Mereka bukan sekadar pelayan kekuasaan, tetapi penyabotase masa depan bangsa jika dibiarkan merajalela.
Karena itu, mengenali dan membatasi ruang gerak penjilat adalah bagian dari ikhtiar menjaga marwah kepemimpinan. Sebab di balik setiap penguasa yang jatuh, hampir selalu ada bisikan penjilat yang bekerja dalam senyap—menyenangkan untuk didengar, namun menyesatkan dalam arah.